Rasio-rasio Keuangan

Pengertian Rasio Keuangan

Rasio keuangan menjelaskan suatu hubungan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dalam suatu laporan keuangan. Tujuan analisis rasio keuangan dimaksudkan agar perbandingan-perbandingan yang dilakukan terhadap pos-pos dalam laporan keuangan merupakan suatu perbandingan yang logis, dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu yang memang telah diakui mempunyai manfaat tertentu pula, sehingga hasil analisisnya layak dipakai sebagai pedoman pengambilan keputusan.
Apa Kegunanya?
  • Rasio keuangan merupakan angka-angka dan ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan; dan merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
  • Memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan serta penilaian terhadap keadaan suatu perusahaan tertentu.
  • Memberikan gambaran kepada investor dan kreditor tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya.
  • Dapat menentukan efisiensi kinerja dari manajer perusahaan yang diwujudkan dalam catatan keuangan dan laporan keuangan.
  • Memungkinkan manajer keuangan untuk meramalkan reaksi para calon investor dan kreditur pada saat mencari tambahan dana.
  • Dapat digunakan untuk membuat keputusan, pertimbangan dan prediksi berdasarkan tren tentang pencapaian perusahaan dan prospek pada masa datang.
  • Menstandarkan ukuran penilaian perusahaan sehingga memudahkan dalam mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.
Gambaran Umum Rasio Keuangan
Rasio keuangan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
  • Rasio likuiditas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini antara lain: Rasio Kas (Cash Ratio), Rasio Cepat (Quick Ratio), Rasio Lancar (Current Ratio).
  • Rasio aktivitas, yang menunjukkan sejauh mana efektivitas penggunaan aset dengan melihat tingkat aktivitas aset. Rasio ini antara lain: Rasio Perputaran Persediaan, Perputaran Aktiva Tetap, dan Total Asset Turnover.
  • Rasio solvabilitas, mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini antara lain: Rasio Total Hutang terhadap Modal (Debt to Equity Ratio), Rasio Total Hutang terhadap Total Asset (Debt Ratio), TIE (Time Interest Earned).
  • Rasio profitabilitas, melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Rasio ini antara lain: GPM (Gross Profit Margin), OPM (Operating Profit Margin), NPM (Net Profit Margin), ROA (Return to Total Asset), ROE (Return On Equity).

Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan analisa rasio keuangan. Tetapi bila hanya memperhatikan satu alat rasio saja tidaklah cukup, anda dapat pula melakukan analisa persaingan-persaingan yang sedang dihadapi oleh manajemen perusahaan dalam industri yang lebih luas, dan dikombinasikan dengan analisis kualitatif atas bisnis dan industri.

Adapun jenis-jenis rasio keuangan sebagai berikut :

1. Earning Ratio

a. Dividen Per Lembar Saham (Dividend Per Share)

Pengertian dividen per lembar saham (DPS) menurut Susan Irawati (2006:64) menyatakan bahwa :
"Dividen per lembar saham (DPS) adalah besarnya pembagian dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham setelah dibandingkan dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar”.
Dividend Per Share (DPS) adalah bagian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham yang jumlahnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki.
Besarnya dividen per lembar saham dapat dicari dengan rumus :

DPS = Total dividen yang dibagikan : Jumlah Lembar saham yang beredar

Contoh: PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI)
Berdasarkan ringkasan kinerja PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI) per 31 Januari 2013, DIVIDEND PER SHARE AALI tahun 2008 – 2012 adalah sebagai berikut:
Keterangan
2008
2009
2010
2011
2012
Dividend (Rp)
505
905
830
995
230
Solusi:
Keterangan
2008
2009
2010
2011
2012
Dividends Paid ($)
795,375
1,425,375
1,307,250
1,567,125
362,250
# Shares Outstanding Common Stock
1,575
1,575
1,575
1,575
1,575
Dividend (Rp)
505
905
830
995
230

*) # shares outstanding common stock = Paid up Capital (Shares) pada kolom BALANCE SHEET dan dividends paid ($) = Dividend (Rp) pada kolom RATIOS dikalikan dengan Paid up Capital (Shares) pada kolom BALANCE SHEET.

b. Earning Per-Share

Pengertian EPS (Earning per Share atau Laba per Saham) dan Rumus EPS – Laba per Saham atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Earning per Share yang disingkat dengan EPS adalah bagian dari laba perusahaan yang dialokasikan ke setiap saham yang beredar. Laba per saham atau Earning per Share ini merupakan indikator yang paling banyak digunakan untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan. Laba per saham adalah ukuran profitabilitas yang sangat berguna dan apabila dibandingkan dengan Laba per Saham pada perusahaan sejenisnya, Laba per Saham ini akan memberikan suatu gambaran yang sangat jelas tentang  kekuatan profitabilitas antara perusahaan yang bersangkutan dengan perusahaan pembandingnya. Perlu diketahui bahwa perusahaan pembandingnya harus merupakan perusahaan yang bergerak di jenis industri yang sama. Earning per Share atau EPS ini apabila dihitung selama beberapa tahun, maka akan menunjukan apakah profitabilitas perusahaan tersebut semakin membaik atau malah semakin memburuk. Investor biasanya akan menginvestasikan dananya pada perusahaan yang Laba per Sahamnya yang terus meningkat.
EPS (Earning per Share atau Lembar per Saham) dihitung dengan membagi laba bersih setelah pajak dan dividen yang dibagikan dengan jumlah saham yang beredar. Earning per Share ini dapat dinyatakan dengan rumus EPS dibawah ini :

Laba per Saham (EPS) =  (Laba Bersih setelah Pajak  – Dividen)  / Jumlah Saham yang Beredar

Jika terjadi perubahan struktur modal (contohnya perubahan jumlah saham) selama perioda pelaporan, maka saham yang beredar harus dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang saham (weighted average share) yang beredar selama tahun berjalan.
 Berikut ini adalah contoh perhitungan Laba per lembar saham dengan menggunakan Rumus EPS yang disebutkan diatas.
 Perusahaan XXZZ mempunyai saham yang beredar sebanyak 1 juta lembar pada tahun 2016, Laba bersih setelah pajak adalah Rp. 1 miliar. Perusahaan A kemudian memutuskan untuk membagikan 10% dividen atau sekitar Rp. 100 juta kepada pemegang sahamnya. Berapakah Earning Per Share (EPS) atau Laba per lembar sahamnya ?
Diketahui :
Jumlah Saham yang beredar = 1.000.000 lembar saham
Laba bersih setelah Pajak = Rp. 1.000.000.000,-
Dividen yang dibagikan = Rp. 100.000.000,-
Laba per Saham = ?
Jawaban :
Laba per Saham (EPS) =  (Laba Bersih setelah Pajak  – Dividen)  / Jumlah Saham yang Beredar
Laba per Saham (EPS) =  (Rp. 1.000.000.000 – Rp. 100.000.000) / 1.000.000
Laba per Saham (EPS) = Rp. 900.000.000 / 1.000.000
Laba per Saham (EPS) = Rp. 900,-
Jadi Laba per Saham atau Earning per Share (EPS) PT. XXZZ adalah sebesar Rp. 900,-

c. Pengertian Book Value per Share (Nilai Buku per Saham)

Book Value per Share (BVPS) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Nilai Buku per Saham adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar. Dengan kata lain, Rasio Book Value per Share ini digunakan untuk mengetahui berapa jumlah uang yang akan diterima oleh pemegang saham apabila suatu perusahaan dibubarkan (dilikuidasi) atau jumlah uang yang dapat diterima oleh pemegang saham apabila semua aktiva (aset) perusahaan dijual sebesar nilai bukunya.

Rumus Book Value per Share (BVPS)

Book Value per Share atau Nilai Buku per Saham dapat dihitung dengan cara membagikan ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar. Persamaan atau Rumus Book Value per Share (BVPS) dapat dilihat seperti dibawah ini :

Book Value per Share = Total Ekuitas / Jumlah Saham yang Beredar , atau
Book Value per Share = (Aset – Hutang) / Jumlah Saham yang beredar
Contoh Kasus
Sebagai contoh, PT. AAZZ yang bergerak di bidang perakitan Kalkulator memiliki total Aset sebesar Rp. 800 juta dengan kewajiban atau Hutang sebesar Rp. 100 juta. Saham yang beredar PT. AAZZ adalah sebanyak 2 juta lembar. Harga pasar saham per lembar perusahaan saat ini adalah Rp. 600,-. Berapakah Nilai Buku per Saham atau Book Value per Share PT. AAZZ? Apakah saham PT. AAZZ ini mahal (overvalued) atau murah (undervalued) ?
Diketahui :
Total Aset = Rp. 800 juta
Hutang = Rp. 100 juta
Jumlah Saham yang beredar = 2 juta lembar
Jawaban :
BVPS =(Aset – Hutang) / Jumlah Saham yang beredar
BVPS = (800.000.000 – 100.000.000) / 2.000.000
BVPS = 350
Jadi Nilai Buku per Saham atau Book Value per Share (BVPS) PT. AAZZ adalah Rp. 350,-. Saham PT. ZZAA saat ini adalah overvalued atau kemahalan

d. Cash Flow Per-Share 

Arus kas per saham adalah laba setelah pajak ditambah depresiasi pada basis per-saham yang berfungsi sebagai ukuran kekuatan keuangan perusahaan. Banyak analis keuangan lebih menekankan pada nilai arus kas per saham daripada nilai laba per saham. Meskipun nilai laba per saham dapat dimanipulasi, arus kas per saham lebih sulit diubah, sehingga menghasilkan nilai kekuatan dan keberlanjutan model bisnis tertentu yang lebih akurat.
BREAKING DOWN Arus Kas Per Saham

Arus kas per saham dihitung sebagai rasio, menunjukkan jumlah uang tunai yang dihasilkan bisnis berdasarkan pendapatan bersih perusahaan dengan biaya depresiasi dan amortisasi ditambahkan kembali. Karena pengeluaran yang berkaitan dengan depresiasi dan amortisasi sebenarnya bukan biaya tunai, menambahkannya kembali membuat arus kas perusahaan menjadi berkurang secara artifisial. Perhitungan untuk menentukan arus kas per saham adalah:

Arus Kas Per Saham = (Arus Kas Operasi - Dividen Pilihan) / Saham Biasa Beredar

Contoh:
Arus kas per saham dapat dihitung dengan membagi arus kas yang diterima dalam periode pelaporan tertentu (biasanya triwulanan atau tahunan) dengan jumlah total saham yang beredar selama periode yang sama. Karena jumlah saham yang beredar dapat berfluktuasi, rata-rata tertimbang biasanya digunakan.

Rumus untuk arus kas per saham adalah:

Arus Kas Per Saham = (Arus Kas - Dividen Pilihan) / Saham Beredar

Mari kita asumsikan bahwa selama kuartal keempat, Perusahaan XYZ melaporkan arus kas sebesar $ 4 juta dan membagikan dividen yang disukai sebesar $ 500.000. Selama rentang waktu yang sama, perusahaan memiliki total 10 juta saham yang beredar. Kami menghitung arus kas kuartalan per saham per perusahaan sebagai berikut:

($ 4.000.000 - $ 500.000) / 10.000.000 = $ 0,35

e. Cash Equivalent Per Share

Laba bersih per saham (EPS tunai), atau yang lebih umum disebut arus kas operasi, adalah ukuran kinerja keuangan yang membandingkan arus kas dengan jumlah saham yang beredar. EPS tunai berbeda dari ukuran laba bersih yang lebih populer, Laba per saham (EPS), yang membandingkan laba bersih dengan basis per saham.
Bebas dari komponen non-tunai, seperti depresiasi yang termasuk dalam pengukuran EPS berbasis laba, EPS Uang Tunai dapat membuktikan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk kesehatan keuangan dan operasional. Semakin tinggi EPS keuangan perusahaan, semakin baik dianggap telah dilakukan selama suatu periode. EPS tunai perusahaan dapat digunakan untuk menarik perbandingan ke perusahaan lain atau tren dalam bisnis perusahaan.
CEPS =   Operating Cash Flow : Diluted Shares Outstanding

f. Net Assets Per Share

Nilai Aktiva Bersih adalah nilai yang menggambarkan total kekayaan bersih Reksa Dana setiap harinya.
Total kekayaan bersih adalah Nilai pasar setiap jenis aset investasi (saham, obligasi, surat berharga pasar uang, serta deposito) + dividen saham + kupon obligasi – biaya operasional reksa dana (biaya MI, biaya Bank Kustodian, dan biaya lain-lain).
Net Assets Per Share dapat dicari dengan rumus berikut :
NAVS = (Aset Total – Kewajiban) : Jumlah Lembar Saham Yang Beredar

2. Valvation Ratio

a. Price To Earning Ratio

Price to Earning Ratio atau biasanya disingkat dengan singkatan PER (P/E Ratio) adalah rasio harga pasar per saham terhadap laba bersih per saham. Rasio Price to Earning ini adalah rasio valuasi harga per saham perusahaan saat ini dibandingkan dengan laba bersih per sahamnya. Price to Earning Ratio ini merupakan rasio yang sering digunakan untuk mengevaluasi investasi prospektif. Rasio ini juga digunakan untuk membantu investor dalam pengambilan keputusan apakah akan membeli saham perusahaan tertentu. Umumnya, para trader atau investor akan memperhitungkan PER atau P/E Ratio untuk memperkirakan nilai pasar pada suatu saham.


Berikut ini adalah Rumua PER atau rasio Harga terhadap pendapatan :
PER = Harga Saham : Laba per Saham


Dengan menghitung Rasio P/E atau Price Earning Ratio, kita dapat mengetahui seberapa besar harga yang ingin dibayar oleh pasar terhadap pendapatan atau laba suatu perusahaan.

Rasio PER-nya yang lebih tinggi menunjukan bahwa pasar bersedia membayar lebih terhadap pendapatan atau laba suatu perusahaan, serta memiliki harapan yang tinggi terhadap masa depan perusahaan tersebut sehingga bersedia untuk menghargainya dengan harga yang lebih tinggi. Di sisi lain, Rasio Harga Terhadap Pendapatan (Price Earning Rasio) yang lebih rendah mengindikasikan bahwa pasar tidak memiliki kepercayaan yang cukup terhadap masa depan saham perusahaan yang bersangkutan.

Rata-rata Rasio P/E atau PER suatu saham biasanya adalah 12 hingga 15, namun nilai tersebut tergantung pada pasar dan kondisi ekonomi. Penilaian Rasio PER juga bervariasi tergantung pada industri yang dijalankannya. Setiap Industri memiliki penilaian yang berbeda terhadap rasio Rasio P/E-nya.  

b. Price To Book Value Ratio Price to Book Value

atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Rasio Harga terhadap Nilai Buku yang disingkat dengan PBV adalah rasio valuasi investasi yang sering digunakan oleh investor untuk membandingkan nilai pasar saham perusahaan dengan nilai bukunya. Rasio PBV ini menunjukan berapa banyak pemegang saham yang membiayai aset bersih perusahaan.


Nilai Buku atau Book Value memberikan perkiraan nilai suatu perusahaan apabila diharuskan untuk dilikuidasi. Nilai Buku ini adalah nilai aset perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan atau Balance Sheet dan dihitung dengan cara mengurangkan kewajiban perusahaan dari asetnya (Nilai Buku = Aktiva – Kewajiban). Dengan kata lain, Rasio Price to Book Value ini dapat menunjukan apa yang akan didapatkan oleh pemegang saham setelah perusahaan terjual dengan semua hutangnya telah dilunasi. Rasio PBV yang rendah merupakan tanda yang baik bagi perusahaan.


Price to Book Value atau Price/Book Value Ratio ini membantu investor untuk membandingkan nilai pasar atau harga saham yang mereka bayar per saham dengan ukuran tradisional nilai suatu perusahaan.


Rasio PBV ini sangat sesuai untuk digunakan pada perusahaan yang memiliki aset tetap berwujud (tangible assets) yang besar karena tidak memperhitungkan aset yang tidak berwujud (intangible assets). Perusahaan yang memiliki bangunan, mesin, peralatan dan aset tetap lainnya dapat menggunakan rasio Price to Book Value ini untuk memeriksa posisi keuangan perusahaan dengan tepat. Rasio PBV ini sangat cocok untuk digunakan pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di jasa keuangan seperti Bank dan perusahaan Asuransi. Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut memiliki aset keuangan yang sangat besar.


Berikut ini adalah Rumus PBV untuk menghitung rasio Harga Saham terhadap Nilai Buku ini.
Rasio Harga terhadap Nilai Buku = Harga per Lembar Saham : Nilai Buku per lembar Saham

c. Price To Cash Flow Ratio Price to Cash Flow Ratio (PCFR atau P/CF Ratio) 

atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Harga Terhadap Arus Kas adalah rasio valuasi investasi yang digunakan oleh investor untuk mengevaluasi daya tarik investasi terhadap saham suatu perusahaan dengan membandingkan harga saham suatu perusahaan dengan arus kas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, Price to Cash Flow Rasio ini menunjukan jumlah uang yang bersedia dibayar oleh Investor untuk arus kas yang dihasilkan oleh perusahaan.

Rasio Harga Terhadap Arus Kas ini biasanya digunakan oleh para Investor untuk mendeskripsikan penilaian suatu perusahaan yang berhubungan dengan salah satu pertimbangan paling penting dalam laporan keuangan perusahaan yaitu UANG TUNAI. Dapat dikatakan bahwa Rasio Price to Cash Flow atau Rasio PCFR ini hanya mempertimbangkan arus kas dalam penilaiannya dan menghilangkan faktor-faktor non-tunai dan depresiasi (penyusutan).


Price to Cash Flow Ratio atau Rasio Harga terhadap Arus kas dapat dihitung dengan membagi HARGA SAHAM (Price per Share) dengan ARUS KAS per SAHAM (Cash Flow per Share). Persamaan atau Rumus Price to Cash Flow Ratio dapat ditulis seperti berikut ini :
Price to Cash Flow Ratio = Harga Saham / Arus Kas per Saham

Price to Cash Flow Ratio ini juga bisa dihitung dengan menggunakan Kapitalisasi Pasar. Persamaan atau Rumusnya dapat ditulis seperti dibawah ini :

Price to Cash Flow Ratio = Kapitalisasi Pasar / Arus Kas

Keterangan : Arus Kas per Saham dapat dihitung dengan menambahkan amortisasi dan penyusutan (depresiasi) ke laba bersih kemudian dibagi dnegan jumlah saham yang beredar. Arus Kas ini dapat kita temukan di Laporan Keuangan Arus Kas Tahunan.

Arus Kas per Saham = (Pendapatan bersih + Depresiasi + Amortisasi) / Jumlah saham yang beredar

3. Profitability Ratio

Rasio profitabilitas atau rentabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam mendapatkan laba. Perhatian ditekankan pada rasio ini karena hal ini berkaitan erat dengan kelangsungan hidup perusahaan. Ada beberapa ukuran rasio rentabilitas yang dipakai, yakni:

a. Operating Profit Margin

Margin Laba Operasional digunakan untuk mengukur strategi harga dan efisiensi operasional sebuah perusahaan.
Laba Operasional dihitung dengan mengurangi Penjualan dengan Biaya Operasional (yaitu Harga Pokok Produksi, Gaji) dan Depresiasi. Untuk menghitung Margin Laba Operasional, Anda harus membagi Laba Operasional dengan Penjualan Bersih. Penjualan Bersih adalah Total Penjualan dikurangi dengan Retur Produk, Produk Hilang atau Rusak, dan Diskon.
Margin Laba Operasional dapat dihitung sebagai berikut:

Margin Laba Operasional = Laba Operasional / Penjualan Bersih

Sebagai contoh, mari kita lihat ringkasan kinerja PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI). Berdasarkan ringkasan kinerja PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI) per 31 Januari 2013, OPERATING PROFIT MARGIN AALI tahun 2008 – 2012 adalah sebagai berikut:
Keterangan
2008
2009
2010
2011
2012
OPM (%)
41.38
35.16
33.91
30.94
Solusi:
Keterangan
2008
2009
2010
2011
2012
EBIT
3,377,344
2,610,218
2,998,711
3,332,932
Sales Revenue
8,161,217
7,424,283
8,843,721
10,772,582
OPM (%)
41.38
35.16
33.91
30.94

*) EBIT = Operating Profit pada kolom INCOME STATEMENTS dan sales revenue = Total Revenues pada kolom INCOME STATEMENTS.

b. Net Profit Margin

Net Profit Margin (NPM) atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Marjin Laba Bersih adalah rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur persentase laba bersih pada suatu perusahaan terhadap penjualan bersihnya. Marjin Laba Bersih ini menunjukan proporsi penjualan yang tersisa setelah dikurangi semua biaya terkait. Net Profit Margin ini sering disebut juga dengan Profit Margin Ratio (Rasio Marjin Laba).
Rumus Net Profit Margin (Marjin Laba Bersih)
Net Profit Margin Ratio ini dapat dihitung dengan cara membagi laba bersih dengan total penjualan. Berikut ini adalah rumus Net Profit Margin :

Marjin Laba Bersih = Laba Bersih setelah Pajak / Pendapatan Penjualan bersih

Contoh Perhitungan Net Profit Margin (Marjin Laba Bersih)
Berdasarkan laporan per tanggal 31 Desember 2016, Pendapatan Penjualan bersih (Net Sales) PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk  adalah sebesar Rp. 27.063.310.000.000,-. Sedangkan Laba Bersih setelah Pajak (Net Profit) perusahaan yang berkode emiten JPFA ini adalah sebesar Rp. 2.064.650.000.000,- . Berapakah Majin Laba Bersih atau Net Profit Margin (NPM) PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk ini?
Diketahui :
Pendapatan Penjualan Bersih (Net Sales) : Rp. 27.063.310.000.000,-.
Laba Bersih setelah Pajak (Net Profit after Tax) : 2.064.650.000.000,-
Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin) : ??
Jawaban :
Marjin Laba Bersih = Laba Bersih setelah Pajak / Pendapatan Penjualan bersih
Marjin Laba Bersih = Rp. 2.064.650.000.000,- / Rp. 27.063.310.000.000,-
Marjin Laba Bersih = 7,63%
Jadi Margin Laba Bersih PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk adalah sebesar 7,63%.

c. Earning Before Taxing

Penghasilan sebelum pajak (EBT) dapat didefinisikan sebagai uang yang ditahan oleh perusahaan sebelum dikurangi uang yang harus dibayar sebagai pajak. Penghasilan sebelum Pajak mengkuantifikasi laba operasi dan non-operasional perusahaan sebelum pajak dipertimbangkan. Ini mirip dengan laba sebelum pajak. 

Signifikansi Penghasilan sebelum Pajak EBT
Memiliki arti penting bagi analis investasi karena memberikan mereka info berguna yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja operasi entitas bisnis tanpa mempertimbangkan implikasi pajak. Dengan menghapus faktor pajak, Penghasilan sebelum Pajak sangat membantu dalam meminimalkan variabel yang mungkin berbeda untuk berbagai perusahaan, sehingga memfokuskan analisis pada laba operasi sebagai kuantifikasi kinerja yang luar biasa. Jenis analisis ini penting, khususnya, ketika membandingkan perusahaan di satu industri. 
Rumus Rumus umum yang digunakan untuk menghitung laba sebelum pajak adalah: 

EBT = Pendapatan - Pengeluaran (tidak termasuk pajak) 

Menghitung Penghasilan sebelum Pajak Langkah-langkah utama yang terlibat dalam menghitung EBT termasuk: Kumpulkan informasi tentang semua penghasilan yang diperoleh. Penghasilan ini dapat diterima dari berbagai sumber, penghitungan penjualan, komisi, atau pendapatan sewa. Beberapa sumber pendapatan lain termasuk pendapatan layanan, bunga atas CD atau rekening bank, dan bonus. Langkah selanjutnya melibatkan penentuan biaya yang dapat dikurangkan. Jika Anda menjalankan bisnis, pengeluaran yang paling umum termasuk sewa atau layanan utang, utilitas, dan harga pokok penjualan. Selain itu, orang-orang akan mencatat biaya pengobatan mereka, biaya yang tidak dibayar dari pekerjaan dan sumbangan amal mereka, jika ada. Sebagai langkah terakhir, kurangi biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan yang diperoleh sehingga memperoleh jawaban yang dihasilkan sebagai laba sebelum pajak. 

Menggambarkan Penghasilan sebelum Pajak Konsep laba sebelum pajak dapat diilustrasikan dalam contoh berikut: Mari kita anggap bahwa perusahaan ABC menunjukkan pendapatan penjualan senilai $ 1.000.000 dengan biaya $ 850.000 termasuk $ 10.000 pajak. Penghasilan sebelum pajak akan, karenanya, dihitung sebagai pengurang biaya dari pendapatan penjualan ($ 1.000.000 - ($ 850.000 - $ 10.000)), yang datang ke $ 160.000 yang merupakan EBT.

d. Return On Assets

Return on Assets atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Tingkat Pengembalian Aset adalah rasio profitabilitas yang menunjukan persentase keuntungan (laba bersih) yang diperoleh perusahaan sehubungan dengan keseluruhan sumber daya atau rata-rata jumlah aset. Dengan kata lain, Return on Assets atau sering disingkat dengan ROA adalah rasio yang mengukur seberapa efisien suatu perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan laba selama suatu periode. ROA dinyatakan dalam persentase (%).
Dapat dikatakan bahwa satu-satunya tujuan aset perusahaan adalah menghasilkan pendapatan dan tentunya juga menghasilkan keuntungan atau laba bagi perusahaan itu sendiri. Rasio ROA atau Return on Assets ini dapat membantu manajemen dan investor untuk melihat seberapa baik suatu perusahaan mampu mengkonversi investasinya pada aset menjadi keuntungan atau laba (profit). Tingkat Pengembalian Aset atau Return on Assets ini sebenarnya juga dapat dianggap sebagai imbal hasil investasi (return on investment) bagi suatu perusahaan karena pada umumnya aset modal (capital assets) seringkali merupakan investasi terbesar bagi kebanyakan perusahaan. Dengan kata lain, uang atau modal diinvestasikan menjadi aset modal dan tingkat pengembaliannya atau imbal hasilnya diukur dalam bentuk laba atau keuntungan (profit) yang diperolehnya.
Tingkat pengembalian Aset atau Return on Assets ini berbeda-beda pada industri yang berbeda. Industri yang padat modal seperti Industri Kereta Api, Industri Pertambangan dan Industri Alat Elektronik berteknologi tinggi akan menghasilkan tingkat pengembalian aset yang rendah, hal ini dikarenakan industri-industri tersebut memerlukan aset-aset berharga mahal untuk melakukan bisnisnya. Sedangkan Industri yang bukan padat modal seperti industri perangkat lunak atau industri jasa akan menghasilkan tingkat pengembalian aset atau rasio ROA yang tinggi karena industri-industri tersebut tidak memerlukan aset-aset yang berharga mahal. Oleh karena itu, Rasio ROA (Return on Assets) ini lebih tepat digunakan untuk membandingkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama atau untuk membandingkan kinerja perusahaan dari satu periode dengan periode berikutnya.
ROA (Return on Assets) atau Tingkat Pengembalian Aset ini dihitung deng

an cara membagi laba bersih perusahaan (biasanya pendapatan tahunan) dengan total asetnya dan ditampilkan dalam bentuk persentase (%). Ada dua cara umum dalam menghitung ROA yaitu dengan menghitung total aset pada tanggal tertentu atau dengan menghitung rata-rata total aset (average total assets). Berikut ini adalah Rumus ROA (Return on Assets) atau Tingkat Pengembalian Aset.

Rumus ROA :
Return on Assets (ROA) = Laba bersih setelah Pajak / Total Aset (atau rata-rata Total Aset)

e. Return On Equity

Return on Equity (ROE) adalah salah satu rasio keuangan yang sering digunakan oleh investor untuk menganalisis saham. Rasio ini menunjukkan tingkat efektivitas tim manajemen perusahaan dalam menghasilkan laba dari dana yang diinvestasikan pemegang saham. Semakin tinggi ROE, semakin besar laba yang dihasilkan dari sejumlah dana yang diinvestasikan sehingga mencerminkan tingkat kesehatan keuangan perusahaan.


Rumus ROE ( Return On Equity ) adalah sebagai berikut :

Return On Equity = laba bersih : ekuitas

Contoh soal:
Pada tahun 2017 lalu, ekuitas rata-rata para pemegang saham perusahaan PT Maju Bersama, sebesar Rp625.000.000 dengan laba bersih sebesar Rp1.000.000.000. Maka nilai pengembalian ekuitas dari perhitungan di atas adalah.
Rp1.000.000.000 : Rp625.000.000 = 1,6 atau 160% ROE
Keterangan:
Hasil perhitungan ROE mendekati 1 menunjukkan semakin efektif dan efisiennya penggunaan ekuitas perusahaan untuk menghasilkan pendapatan, demikian sebaliknya jika ROE mendekati 0 berarti perusahaan tidak mampu mengelolah modal yang tersedia secara efisisen untuk menghasilkan pendapatan.

4. Liquidity Ratio

a. Debt To Equity Ratio

Hutang secara Manajemen Keuangan adalah bertujuan untuk me LEVERAGE atau MENDONGKRAK kinerja keuangan perusahaan. Jika perusahaan hanya mengandalkan modal atau ekuitasnya saja, tentunya perusahaan akan sulit melakukan ekspansi bisnis yang membutuhkan modal tambahan. Nah disinilah, peranan hutang sangat membantu perusahaan untuk melakukan ekspansi tersebut. Namun jika jumlah hutang sudah melebih jumlah ekuitas yang dimiliki maka resiko perusahaan dari sisi likuiditas keuangan juga semakin tinggi. Untuk itu diperlukan sebuah rasio khusus untuk melihat kinerja tersebut. Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang membandingkan jumlah Hutang terhadap ekuitas. Rasio ini sering digunakan para analis dan para investor untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham. Semakin tinggi angka DER maka diasumsika perusahaan memiliki resiko yang semakin tinggi terhadap likuiditas perusahaannya.

DER = Total Hutang : Total Ekuitas

Note :

Total Hutang = Hutang lancar + Hutang jangka Panjang



Referensi :
https://tipsserbaserbi.blogspot.com/2016/03/macam-macam-rasio-keuangan-dan-rumusnya.html?m=1 (Jum'at, 7 Desember 2018 pukul 22.03 WIB)
http://lembarsaham.com/artikel/artikel-rasio-keuangan/Manfaat+Analisa+Rasio+Keuangan (Jum'at, 7 Desember 2018 pukul 22.18 WIB)
https://hadiborneo.wordpress.com/2013/09/30/cara-menghitung-operating-profit-margin-opm/ (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 20.49 WIB)
http://investawan.com/arti-operating-profit-margin-opm-margin-laba-operasional-investawan-com/ (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 21.03 WIB)
https://www.readyratios.com/reference/profitability/ebt_earnings_before_tax.html (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 21.17 WIB)
http://luqmanhakim0493.blogspot.com/2015/03/deviden-pay-out-ratio-dan-deviden-per.html (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 21.36 WIB)
https://hadiborneo.wordpress.com/2013/09/28/cara-menghitung-dividen-per-share-dps/comment-page-1/ (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 21.41 WIB)
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-eps-earning-per-share-laba-per-saham-rumus-eps/ (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 21.50 WIB) 
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-net-profit-margin-marjin-laba-bersih-rumus-npm/ (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 21.59 WIB)
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-book-value-per-share-nilai-buku-per-saham-rumus-bvps/ (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 22.05 WIB)
https://investinganswers.com/financial-dictionary/financial-statement-analysis/cash-flow-share-2816 (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 22.12 WIB)
https://www.investopedia.com/terms/c/cashflowpershare.asp (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 22.17 WIB)
https://www.jurnal.id/en/blog/2018-rasio-profitabilitas-cara-menghitung-pengembalian-ekuitas-return-on-equity/(Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 22.24 WIB)
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-roa-return-assets-rumus-roa-pengembalian-aset/(Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 22.31 WIB)
http://tradingbyknowledge.blogspot.com/2013/07/debt-to-equity-ratio-der.html (Sabtu, 8 Desember 2018 pukul 23.01 WIB)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Produksi PT. Sugar Group Companies

INVESTASI (Perbedaan dengan tabungan, jenis-jenis, dll)

Paytren FinTech