Perang Dagang Antara Amerika dengan Tiongkok
Perang dagang Tiongkok–Amerika Serikat 2018
Perang dagang Tiongkok–Amerika Serikat 2018 mulai setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan pada 22 Maret 2018, niatnya untuk mengenakan tarif sebesar US$ 50 miliar untuk barang-barang Tiongkok di bawah Seksi 301 Undang-Undang Perdagangan 1974, dengan menyebut riwayat "praktik perdagangan tidak adil" dan pencurian kekayaan intelektual.Sebagai pembalasan, pemerintah Tiongkok menerapkan tarif mereka untuk lebih dari 128 produk AS, termasuk terutama sekali kedelai, ekspor utama AS ke Tiongkok.
Pada 6 Juli 2018 Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif terhadap barang-barang TiongkokChina senilai $ 34 milyar, yang kemudian menyebabkan Tiongkok membalas dengan tarif yang serupa terhadap produk-produk AS. Administrasi Trump mengatakan bahwa tarif tersebut diperlukan untuk melindungi keamanan nasional dan kekayaan intelektual bisnis AS, dan untuk membantu mengurangi defisit perdagangan AS dengan Tiongkok. Trump pada bulan Agustus 2017 telah membuka penyelidikan resmi mengenai serangan terhadap kekayaan intelektual Amerika dan sekutu-sekutunya, pencurian yang telah merugikan Amerika sendiri sekitar $ 600 miliar per tahun.
Pada 6 Juli 2018 Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif terhadap barang-barang TiongkokChina senilai $ 34 milyar, yang kemudian menyebabkan Tiongkok membalas dengan tarif yang serupa terhadap produk-produk AS. Administrasi Trump mengatakan bahwa tarif tersebut diperlukan untuk melindungi keamanan nasional dan kekayaan intelektual bisnis AS, dan untuk membantu mengurangi defisit perdagangan AS dengan Tiongkok. Trump pada bulan Agustus 2017 telah membuka penyelidikan resmi mengenai serangan terhadap kekayaan intelektual Amerika dan sekutu-sekutunya, pencurian yang telah merugikan Amerika sendiri sekitar $ 600 miliar per tahun.
Pengumuman tarif
Presiden AS Donald Trump menandatangani sebuah memorandum pada 22 Maret 2018 menurut Seksi 301 Undang-Undang Perdagangan 1974, memerintahkan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) untuk menerapkan tarif sebesar US$50 miliar terhadap barang-barang Tiongkok. Dalam sebuah pernyataan resmi, seperti yang disyaratkan oleh seksi tersebut, Trump mengatakan bahwa tarif yang diusulkan adalah "respons terhadap praktik perdagangan Tiongkok yang tidak adil selama bertahun-tahun", termasuk pencurian kekayaan intelektual AS.Pada 2 April, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengenakan tarif terhadap 128 produk AS termasuk potongan aluminium, pesawat terbang, mobil, produk daging babi, dan kedelai (yang memiliki tarif 25%), serta buah-buahan, kacang-kacangan, dan pipa baja (15%). Keesokan harinya, USTR menerbitkan daftar lebih dari 1.300 kategori barang-barang impor Tiongkok senilai $50 miliar yang rencananya akan dikenakan tarif, termasuk suku cadang pesawat, baterai, televisi layar datar, peralatan medis, satelit, dan senjata. Sebagai pembalasan atas pengumuman itu, Tiongkok memberlakukan tambahan tarif 25% untuk pesawat, mobil, dan kedelai, yang merupakan ekspor pertanian utama AS ke Tiongkok. Pada 5 April, Trump menginstruksikan USTR untuk mempertimbangkan tambahan tarif sebesar $100 miliar. Presiden Trump membantah bahwa perselisihan tersebut adalah sebuah perang dagang, yang dinyatakan di Twitter pada April 2018, "kita telah lama kalah dalam perang itu karena ulah orang-orang bodoh, atau tidak kompeten, yang mewakili kepentingan AS ", dan menambahkan bahwa "sekarang kita mengalami defisit perdagangan $500 miliar per tahun, ditambah pencurian kekayaan intelektual sebesar $300 miliar per tahun. Kita tidak bisa membiarkan keadaan ini terus berlanjut!" Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menyatakah dalam sebuah wawancara CNBC bahwa tarif terhadap produk Tiongkok yang direncanakan hanya mencerminkan 0,3% dari produk domestik bruto AS, sementara Juru Bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders menyatakan bahwa langkah tersebut akan memiliki "rasa sakit jangka pendek" namun membawa "kesuksesan jangka panjang".
Dampak Perang Dagang Antara Amerika dengan Tiongkok Terhadap Indonesia dan cara mengatasinya.
1. Indonesia punya peluang ekspor
Akibat perang dagang itu, Indonesia punya potensi untuk mengekspor barang ke kedua negara itu. Tidak cuma itu, Indonesia juga bisa jadi negara ketiga yang "mengambil jatah" ekspor China dan Amerika.
Perang dagang itu dinilai Iman sangat kompleks. Salah satu sebab awalnya adalah pertumbuhan komoditas baja dan alumunium di China.
“Indonesia bisa jadi negara ketiga untuk beberapa produk yang dihasilkan China atau Amerika yang menggunakan input kedua negara itu supply menjadi terhambat,” kata Iman dalam workshop di auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (18/9).
Beberapa komoditas yang bisa diekspor Indonesia, kata Iman, adalah baja, alumunium, buah, dan besi.
“Pasar Amerika misal baja dan aluminium itu terbuka buat Indonesia ,tapi perlu hati-hati. Untuk pasar China buah-buahan dan juga produk besi dan baja, serta aluminium,” katanya.
2. Menurunnya ekspor bahan baku Indonesia ke China dan Amerika
Tahap pertama dampak ke Indonesia ekspor kedua negara belum terlalu besar. Produk yang dihasilkan China kemudian diekspor ke Amerika itu ambil bahan baku dari Indonesia relatif sedikit. Begitu coverage diperluas, kita perlu kajian lebih lanjut sejauh apa dampak terhadap ekspor untuk kedua negara tersebut,” jelasnya.
3. Terjadi trade diversion yang bisa dimaksimalkan Indonesia
Karena persaingan pasar akibat perang dagang itu, akan terjadi trade diversion. Hal ini terjadi akibat adanya intensif penurunan tarif, misalnya Indonesia yang sebelumnya selalu mengimpor gula dari China beralih menjadi mengimpor gula dari Thailand karena lebih murah.
“Produk yang dihasilkan China dan Amerika terhambat tarif yang tinggi di kedua negara dan akan cari jalan ke pasar lain ke semua negara. Indonesia salah satunya. Termasuk Afrika dan Amerika latin,” jelas Iman.
Selain itu, Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono menerangkan, dampak dari perang dagang ini di antaranya menimbulkan ketidakpastian ekonomi lantaran pelaku usaha cenderung menahan diri, sehingga bisa menahan pertumbuhan ekonomi dunia yang tahun ini seharusnya membaik.
Kemudian, proteksi di AS dan China menyebabkan komoditas membanjiri pasar global. Tentunya, kata dia, menekan harga termasuk komoditas ekspor dari Indonesia.
Selanjutnya, gangguan ekspor itu memperburuk neraca perdagangan Indonesia. Kemudian, akan berdampak pada nilai tukar rupiah. "Implikasi lebih lanjut tentu tekanan pada nilai tukar dolar rupiah," ujarnya.
Sebab itu, dia mengatakan, pemerintah segera melakukan antisipasi. Caranya dengan menjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik. Lalu, melakukan efisiensi belanja publik.
"Melakukan inovasi baru dalam ekspor, diversifikasi produk, dan mencari alternatif baru tujuan ekspor," terang Iwantono.
Terakhir, menjaga koordinasi antar menteri agar tidak menimbulkan kegaduhan. Sehingga, tidak menimbulkan kepanikan.
"Menjaga koordinasi antar menteri agar tidak menimbulkan kegaduhan ekonomi," tuturnya. (hns/hns)
Terakhir, menjaga koordinasi antar menteri agar tidak menimbulkan kegaduhan. Sehingga, tidak menimbulkan kepanikan.
"Menjaga koordinasi antar menteri agar tidak menimbulkan kegaduhan ekonomi," tuturnya. (hns/hns)
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_dagang_Tiongkok%E2%80%93Amerika_Serikat_2018 (Jum'at, 14/12/2018 pukul 20.39 WIB)
https://www.idntimes.com/business/economy/helmi/3-dampak-perang-dagang-amerika-vs-china-terhadap-indonesia/full (Jum'at, 14/12/2018 pukul 20.57 WIB)
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4073010/dampak-perang-dagang-as-china-ke-ri-dan-cara-antisipasinya (Jum'at, 14/12/2018 pukul 21.13 WIB)
Komentar
Posting Komentar